-->

Digital Clock

Sabtu, 07 Januari 2012

Fortifikasi Pangan







Fortifikasi pangan adalah upaya meningkatkan mutu gizi bahan makanan dengan menambahkan satu atau lebih zat gizi mikro tertentu pada bahan makanan atau makanan. Idealnya perbaikan gizi ditempuh dengan memperbaiki konsumsi makanan keluarga sehari-hari berdasarkan gizi seimbang. Namun, tidak semua anggota keluarga dapat memenuhi gizi seimbang karena ketidakmampuan ekonomi dan atau kurangnya pengetahuan. Untuk memenuhi gizi seimbang, masyarakat 'tidak mampu' membutuhkan daya beli yang cukup, dan pengetahuan tentang gizi seimbang. Upaya peningkatan daya beli masyarakat memerlukan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan pro-rakyat miskin. Sementara hasilnya tidak dapat diharapkan terlihat dalam waktu singkat. Padahal balita yang Kekurangan Gizi Mikro (KGM) membutuhkan pertolongan saat ini. Artinya, diperlukan program gizi saat anak masih balita dan orang tua masih miskin, agar balita terhindar dari dampak negatif KGM terhadap kesehatan, kecerdasan dan produktivitasnya, apabila mereka dewasa. Ilmu pengetahuan gizi dan ilmu teknologi pangan sejak awal abad ke-20 telah berhasil melakukan terobosan untuk menolong mereka yang menderita kurang gizi mikro pada saat mereka masih miskin. Teknologi fortifikasi pangan merupakan salah satu terobosan tersebut.


Manfaat Fortifikasi Pangan

Global Alliance for Improving Nutrition (GAIN) tahun 2006 melaporkan hasil fortifikasi pangan di berbagai negara. Fortifikasi terigu dengan zat besi di Chile berhasil “menghapus” anemia karena kurang zat besi, sehingga anemia tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat (prevalensi hanya 1-7%). Sementara prevalensi kelainan bawaan pada saraf tulang belakang bayi lahir, yang dikenal dengan Neural Tube Defect (NTD) akibat ibunya ketika hamil kurang asam folat, turun dari 17 per 10.000 menjadi 10 per 10.000. Padahal di negara tetangganya, Argentina, yang tidak melaksanakan fortifikasi terigu, prevalensi anemi tercatat 27 persen. Demikian juga di China yang telah melaksanakan fortifikasi (sukarela) kecap ikan dan kecap kedelai dengan zat besi, prevalensi anemia di kalangan perempuan dan balita turun dari 35-40 menjadi 10 persen setelah setahun fortifikasi. Di Amerika Latin, fortifikasi gula dengan Vitamin A, dalam 5 tahun berhasil menurunkan prevalensi kurang Vitamin A dari 40 menjadi 13 persen. Studi efikasi fortifikasi beras dengan zat besi di Filipina menunjukkan pula penurunan prevalensi anemia di antara anak sekolah dasar di Manila. Demage Assessment Report (DAR) dari UNICEF dan MI (2004) menyatakan fortifikasi minyak goreng dengan Vitamin A di 75 negara menurunkan 20% prevalensi kekurangan Vitamin A pada balita.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar